Hari ini adalah hari ketiga aksi mogok buruh yang dimulai pada 24 November kemarin dan direncanakan akan berakhir pada 27 November 2015. Setidaknya ada tiga alasan yang melatarbelakangi aksi mogok ini, yakni penolakan pada PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan, penolakan formula kenaikan upah minimum yang mengacu pada inflasi dan PDB serta tuntutan pada para gubernur untuk segera menetapkan upah minimum sektoral.
Di Indonesia aksi buruh ini bukan yang pertama kali. Bahkan perjuangan kaum pekerja demi kesejahteraan telah terjadi di berbagai belahan dunia sejak berabad-abad silam. Lalu apakah gerakan oleh kaum minoritas, dalam hal ini buruh (term minoritas dalam konteks kekuasaan bukan power) dapat berhasil?
Individu dapat, dan sering kali, melawan tekanan kelompok. Pembelot yang sendirian atau kaum minoritas kecil dapat bersikeras dengan pendapat mereka dan menolak untuk ikut serta (mayoritas).
Bagaimana cara minoritas dapat mempengaruhi mayoritas? Pertama, anggota kelompok tersebut harus konsisten dalam menentang opini mayoritas. Apabila kelompok pecah atau tercerai-berai maka pengaruh mereka akan berkurang. Kedua, anggota kelompok minoritas harus lebih fleksibel atau tidak kaku dan dogmatis. Ketiga, seluruh konteks sosial dimana kelompok minoritas melakukan gerakan adalah penting. Jika minoritas mengangkat (mengaitkan dengan) isu yang konsisten dengan kecenderungan sosial yang sedang berlangsung, maka kemungkinan mempengaruhi kelompok mayoritas lebih besar dari pada ketika minoritas mengangkat isu yang di luar tren.
Apa tantangan yang harus dihadapi selanjutnya? Tidak dapat dipungkiri pada situasi kompleks dan ambigu, bahkan ketika ketiga kondisi di atas terpenuhi, kelompok minoritas masih akan menghadapi rintangan yang keras dan sulit, karena kelompok mayoritas dianggap sebagai sumber informasi yang lebih terpercaya. Namun sebenarnya ancaman dan kekerasan yang dilakukan oleh kelompok mayoritas terhadap kelompok minoritas dapat membantu gerakan kelompok minoritas dan menjadi boomerang bagi kelompok mayoritas.
Setelah mengetahui cara memulai gerakan, lalu apa yang harus dilakukan kelompok minoritas ke depannya? Kelompok minoritas menaruh perhatian yang besar pada keyakinan bahwa mereka memperjuangkan sesuatu yang benar, dan memperkirakan jumlah dukungan yang lebih besar dari yang sebenarnya ada. Hal ini dapat menjadi pendorong yang bermanfaat menguatkan minoritas untuk bertahan pada kemungkinan yang meragukan. Jika minoritas bertahan, pada akhirnya bisa saja mereka menang dan mendapati pandangan mereka kini telah menjadi pandangan mayoritas.
Apa yang akan terjadi setelah minoritas berhasil menjadi mayoritas? Dampak dari perubahan posisi ini akan memunculkan model asimetris. Kelompok mayoritas yang menjadi minoritas akan bereaksi negatif dan cederung lebih kuat dibandingkan kelompok minoritas yang menjadi mayoritas yang bereaksi positif namun relatif lebih lemah. Sebagai akibatnya, kelompok minoritas yang baru saja menang akan berada pada posisi rentan, setidaknya di masa awal. Jika mereka tidak mengambil tindakan untuk menguatkan kemenangan maka kemungkinan besar kemenangan tersebut hanya bersifat sementara.
Sumber teori: Baron & Byrne, Social Psychology.