Di sela-sela kumpul keluarga biasanya ada saja pertanyaan-pertanyaan menggelikan. Di bawah ini beberapa level pertanyaan yang sering diajukan dan tak jarang menjadi keluhan. Semoga membangkitkan kenangan untuk teman-teman yang lebaran sendirian di perantauan~ 🙂
Kelas berapa?
Pertanyaan utama untuk anak-anak yang cukup dijawab dengan angka. Biasanya tak ada lanjutan, karena obrolan beralih ke orang tua atau si anak lalu sibuk berlarian. Pertanyaan yang cukup wajar, walaupun dari tahun ke tahun tetap sama. Padahal, dalam matematika ada yang namanya penjumlahan. hehehe~
Kuliah dimana?
Setelah jadi mahasiswa atau setidaknya pada tingkat akhir SMA, pertanyaan kelas berapa berubah jadi “Kuliah dimana?”. Untuk sebagian orang akan berlanjut dengan “Jurusan apa?”, dan tak jarang berujung pada perbandingan. “Kenapa ambil itu? Emang peluang kerjanya banyak? Kenapa nggak ini aja?” atau semacam “Itu anaknya om (sebut saja kaktus) kuliah di Universitas Negeri Sydney.”. Pertanyaan tingkat ini sudah mulai mengkonsumsi energi untuk berpikir.
Kerja dimana?
Pertanyaan level selanjutnya setelah para sanak saudara sadar kamu tak lagi mahasiswa, “Kerja dimana?”. Bila tak peka, pertanyaan ini bisa menyakitkan karena sebagian yang baru lulus kuliah bisa saja masih pengangguran. Sedangkan yang sudah bekerja dan menyebut nama kantornya, kecenderungan diskusi berlanjut besar. Lanjutan bisa berupa pertanyaan bidang pekerjaan atau pernyataan kekaguman bila kamu sebutkan nama perusahaan terkenal. Tapi, kalau kamu kerja di NGO atau CSO jangan sekali-sekali menyebutnya bila tak yakin keluarga dalam circle bidang yang sama, ribet jelasinnya. Hahaha
Pacarnya mana?
Saat kamu sudah bekerja di usia awal 20an awal atau pertengahan, pacar akan sering ditanyakan, entah karena tak punya topik lain untuk membuka percakapan atau sekedar iseng saja. Kamu bisa memberi jawaban yang sebenarnya, atau cukup tertawa sambil berkata “Ji Chang-Wook baru sign project baru Tante, sekarang lagi sibuk shooting.”. Yang penting jangan marah, kan lagi lebaran. 🙂
Kapan nikah?
Melewati usia akhir 20an, pertanyaan tentang pacar tiba-tiba akan menjelma jadi interograsi tanggal pernikahan. Pertanyaan yang menjadi keluhan utama kaum muda, sedangkan yang bertanya entah memang sedang mengumpulkan uang sumbangan pernikahan atau hanya tak tahu apa yang harus dibicarakan. Bila kamu yang ditanya, tak perlu tersinggung apalagi marah, jawab saja dengan bercanda, “Kalau nggak Sabtu ya Minggu, kalau hari kerja banyak yang nggak bisa.”. Percayalah, menikah atau tidak, sekarang atau beberapa tahun ke depan, harus kamu yang memutuskan, karena kita bertanggung jawab atas senang dan sedih diri sendiri.
Sudah ada momongan?
Tanggal pernikahan bukan puncak pertanyaan, Sayang! Simpan gerutu mu, karena pertanyaan masih berlanjut. Pertanyaan ini lahir dari anggapan bahwa semua orang menikah untuk melanjutkan keturunan. Padahal, setiap pasangan memiliki rencana dan jalan yang berbeda. Ada yang memang tak ingin, ada yang situasinya belum mungkin. Lagi pula apa iya menikah tanpa anak artinya gagal? Tenang, jawab saja masih senang berduaan.
Makanya dikasih adik..
Jangan harap setelah punya anak, tak akan ada pertanyaan selanjutnya. Setelah kamu punya anak dua atau tiga pun pertanyaan selanjutnya tetap akan berdatangan. Tapi percayalah, basa-basi basi macam ini masih jauh lebih baik ketimbang ditanya “Pemilu milih Prabowo apa Jokowi?”.
Comments
Reskia Ekasari
Keren tulisannya. Haha jadi inget sekarang masih kuliah, kadang malah ditanya kelas berapa? Lho muka saya masih imut😂
aprimeijuni
Halo Reskia!
Terima kasih ya sudah baca dan kasih komentar. 🙂 I feel u, giril! 😀 Antara pengen ketawa sama pengen isengin minta THR kan jadinya? LoL